BOKEP VIRAL TERBARU

Wiki Article

Aku akan menceritakan pengalamanku menjadi seorang gig*lo, cerita ini tidak dibuat-buat, cerita ini benar-benar terjadi. Namaku dedi, umur 24 tahun. Aku seorang gig*lo di kota Bandung. Aku akan menceritakan pengalamanku melayani sekaligus 4 pelangganku dalam semalam.

Aku menggeluti profesi ini sudah 4 tahun, dan sejak itu aku mempunyai pelanggan tetap namanya Tante Mira (bukan nama asli), dia seorang janda tidak mempunyai anak, tinggal di Bandung, orangnya cantik, putih, pay*daranya besar walaupun sudah kendor sedikit, dia keturunan tionghoa.

Dia seorang yang kaya, memiliki beberapa perusahaan di Bandung dan Jakarta, dan memeiliki saham di sebuah hotel berbintang di Bandung. Sabtu pukul 7 pagi, HP-ku berbunyi dan terdengar suara seorang wanita, dan kulihat ternyata nomor HP Tante Mira.

“Hallo Sayang.. lagi ngapain nich.. udah bangun?” katanya.
“Oh Tante.. ada apa nich, tumben nelpon pagi-pagi?” kataku.
“Kamu nanti sore ada acara nggak?” katanya.

“Nggak ada Tante.. emang mo ke mana Tante?” tanyaku.
“Nggak, nanti sore anter Tante ke puncak yach sama relasi Tante, bisa khan?” katanya.
“Bisa tante.. aku siap kok?” jawabku.

“Oke deh Say.. nanti sore Tante jemput kamu di tempatmu”, katanya.
“Oke.. Tante”, balasku, dengan itu juga pembicaraan di HP terputus dan aku pun beranjak ke kamar mandi untuk mandi. Sore jam 5, aku sudah siap-siap dan berpakaian rapi karena Tante Mira akan membawa teman relasinya.

Selang beberapa menit sebuah mobil mercy new eye warnah hitam berkaca gelap berhenti di depan rumahku. Ternyata itu mobil Tante Mira, langsung aku keluar menghampiri mobil itu sesudah aku mengunci seluruh pintu rumah dan jendela. Aku pun langsung masuk ke dalam mobil itu duduk di jok belakang, setelah masuk mobil pun bergerak maju menuju tujuan.

Di dalam mobil, aku diperkenalkan kepada dua cewek relasinya oleh tante, g*la mereka cantik-cantik walaupun umur mereka sudah 40 tahun, namanya Tante Lisa umurnya 41 tahun kulitnya putih, pay*daranya besar, dia merupakan istri seorang pengusaha kaya di Jakarta dan Tante Meri 39 tahun, pay*daranya juga besar, kulitnya putih, juga seorang istri pengusaha di Jakarta.

Mereka adalah relasi bisnis Tante Mira dari Jakarta yang sedang melakukan bisnis di Bandung, dan diajak oleh Tante Mira refreshing ke villanya di kawasan Puncak. Keduanya keturunan Tionghoa. Di dalam mobil, kami pun terlibat obralan ngalor-ngidul, dan mereka diberitahu bahwa aku ini seorang gig*lo langganannya dan mereka juga mengatakan ingin mencoba kehebatanku.

Selang beberapa menit obrolan pun berhenti, dan kulihat Tante Lisa yang duduk di sebelahku, di sofa belakang, tangannya mulai nakal meraba-raba p*ha dan sel*ngk*nganku. Aku mengerti maksudnya, kugeser dudukku dan berdekatan dengan Tante Lisa, lalu tangan Tante Lisa, mer*mas b*tang kem*luanku dari balik celana.

Dengan inisatifku sendiri, aku membuka reitsleting celana panjangku dan mengeluarkan b*tang kem*luanku yang sudah tegak berdiri dan besar itu. Tante Lisa kaget dan matanya melotot ketika melihat b*tang kem*luanku besar dan sudah membengkak itu.

Tante Lisa langsung bicara kepadaku,
“Wow.. Ded, k*nt*l kamu gede amat, punya suamiku aja kalah besar sama punya kamu..” katanya.
“Masa sich Tante”, kataku sambil tanganku mer*mas-r*mas pay*daranya dari luar bajunya.

“Iya.. boleh minta nggak, Tante pengen ngerasain k*nt*l kamu ini sambil k*nt*lku dik*c*k-k*c*k dan dir*mas-r*mas, lalu dibelai mesra?” katanya.
“Boleh aja.. kapan pun Tante mau, pasti Dedi kasih”, kataku

Langsung disambut Tante Lisa dengan membungkukkan badannya lalu b*tang kem*luanku dij*lat-j*lat dan dimasukakkan ke dalam mulutnya, dengan rakusnya b*tang kem*luanku masuk semua ke dalam mulutnya sambil disedot-sedot dan dik*c*k-k*c*k.

Tante Meri yang duduk di jok depan sesekali menelan air liurnya dan tertawa kecil melihat b*tang kem*luanku yang sedang asyik dinikmati oleh Tante Lisa. Tanganku mulai membuka beberapa kancing baju Tante Lisa dan mengeluarkan kedua pay*daranya yang besar itu dari balik **-nya. lalu kur*mas-r*mas.

“Tante.. sus* tante besar sekali.. boleh Dedi minta?” tanyaku.
Tante Lisa hanya mengangguk-anggukkan kepalanya, lalu tanganku mulai mer*mas-r*mas pay*daranya. Tangan kiriku mulai turun ke bawah sel*ngk*ngannya, dan aku mengelus-ngelus p*ha yang putih mulus itu lalu naik ke atas sel*ngk*ngannya, dari balik **-nya jariku masuk ke dalam l*ang kew*nitaannya.

Saat jariku masuk, mata Tante Lisa merem melek dan med*sah ken*kmatan,
“Akhhh.. akhhhh.. akhhh.. terus sayang..” Beberapa jam kemudian, aku sudah tidak tahan mau keluar.
“Tante… Dedi mau keluar nich..” kataku.
“Keluarain di mulut Tante aja”, katanya.

Selang beberapa menit, “Crooot.. crooot.. crottt..” air m*niku keluar, muncrat di dalam mulut Tante Lisa, lalu Tante Lisa menyapu bersih seluruh air m*niku. Kemudian aku pun merobah posisi. Kini aku yang membungkukkan badanku, dan mulai menyingkap rok dan melepaskan ** warna hitam yang dipakainya.

Setelah **-nya terlepas, aku mulai menc*um dan menj*lat l*ang kew*nitaannya yang sudah basah itu. Aku masih terus memainkan l*ang kew*nitaannya sambil tanganku dimasukkan ke l*ang sengg*manya dan tangan kiriku mer*mas-r*mas pay*dara yang kiri dan kanan. Sepuluh menit kemudian, aku merubah posisi.

Kini Tante Lisa kupangku dan kuarahkan b*tang kem*luanku masuk ke dalam l*ang sengg*manya, “Blesss.. belssss.” b*tang kem*luanku masuk ke dalam l*ang kew*nitaannya, dan Tante Lisa menggel*njang kenikmatan, ku naik-turunkan pinggul Tante Lisa, dan b*tang kem*luanku keluar masuk dengan leluasa di l*ang kew*nitaannya.

Satu jam kemudian, kami berdua sudah tidak kuat menahan org*sme, kemudian kucabut b*tang kem*luanku dari l*ang kew*nitaannya, lalu kusuruh Tante Lisa untuk meng*c*k dan mel*mat b*tang kem*luanku dan akhirnya,
“Crooot.. crott.. croottt..” air m*niku muncrat di dalam mulut Tante Lisa.

Seketika itu juga kami berdua terkulai lemas. Kemudian aku pun tertidur di dalam mobil. sesampainya di villa Tante Mira sekitar jam 8 malam. Lalu mobil masuk ke dalam pekarangan villa. Kami berempat keluar dari mobil. Tante Mira memanggil penjaga villa, lalu menyuruhnya untuk pulang dan disuruhnya besok sore kembali lagi.

Kami berempat pun masuk ke dalam villa, karena lelah dalam perjalanan aku langsung menuju kamar tidur yang biasa kutempati saat aku diajak ke villa Tante Mira. Begitu aku masuk ke dalam kamar dan hendak tidur-tiduran, aku terkejut ketika ke 3 tante itu masuk ke dalam kamarku dalam keadaan telanjang bulat tanpa sehelain benang pun yang menempel di tubuhnya.

Kemudian mereka naik ke atas tempat tidurku dan mendorongku untuk tiduran, lalu mereka berhasil mel*cuti pakaianku hingga b*gil. B*tang kem*luanku diserang oleh Tante Meri dan Tante Mira, sedangkan Tante Lisa kusuruh dia meng*ngk*ng di atas wajahku, lalu mulai menj*lati dan menc*umi l*ang kew*nitaan Tante Lisa.

Dengan ganasnya mereka berdua secara bergantian menj*lati, meny*dot dan meng*c*k b*tang kem*luanku, hingga aku kewalahan dan merasakan nikmat yang luar biasa. Kemudian kulihat Tante Meri sedang mengatur posisi meng*ngk*ng di sel*ngk*nganku dan mengarahkan b*tang kem*luanku ke l*ang kew*nitaannya,

“Blesss.. bleeesss..” b*tang kem*luanku masuk ke dalam l*ang kew*nitaan Tante Meri, lalu Tante Meri menaik turunkan pinggulnya dan aku merasakan l*ang kew*nitaan yang hangat dan sudah basah itu. Aku terus menj*lat-j*lat dan sesekali memasukkan jariku ke dalam l*ang kew*nitaan Tante Lisa, sedangakan Tante Mira mer*mas-r*mas pay*dara Tante Meri.

Beberapa jam kemudian, Tante Meri sudah org*sme dan Tante Meri terkulai lemas dan langsung menjatuhkan tubuhnya di sebelahku sambil menc*um pipiku. Kini giliran Tante Mira yang naik di sel*ngk*nganku dan mulai memasukan b*tang kem*luanku yang masih tegak berdiri ke l*ang sengg*manya, “Bleesss.. bleesss..” b*tang kem*luanku pun masuk ke dalam l*ang kew*nitaan Tante Mira.

Sama seperti Tante Meri, pinggul Tante Mira dinaik-turunkan dan diputar-putar. Setengah jam kemudian, Tante Mira sudah mencapai puncak org*sme juga dan dia terkulai lemas juga, langsung kucabut b*tang kem*luanku dari l*ang kew*nitaan Tante Mira,

Lalu kusuruh Tante Lisa untuk berdiri sebentar, dan aku mengajaknya untuk duduk di atas meja rias yang ada di kamar itu, lalu kubuka lebar-lebar kedua p*hanya dan kuarahkan b*tang kem*luanku ke l*ang kew*nitaannya, “Blesss.. .bleeess..” b*tang kem*luanku masuk ke dalam l*ang kew*nitaan Tante Lisa.

Kuk*c*k-k*c*k maju mundur b*tang kem*luanku di dalam l*ang kew*nitaan Tante Lisa, dan terdengar des*han hebat, “Akhhh.. akhhh.. akhhh.. terus sayang.. enak..” Aku terus meng*c*k senj*taku, selang beberapa menit aku mengubah posisi, kusuruh dia membungkuk dengan gaya d*ggy st*le lalu kumasukan b*tang kem*luanku dari arah belakang.

“Akhhh.. akhhh..” terdengar lagi des*han Tante Lisa. Aku tidak peduli dengan des*han-des*hannya, aku terus meng*c*k-ngoc*k b*tang kem*luanku di l*ang kew*nitaannya sambil tanganku mer*mas-r*mas kedua b*ah d*da yang besar putih yang bergoyang-goyang menggantung itu.

Aku merasakan l*ang kew*nitaan Tante Lisa basah dan ternyata Tante Lisa sudah keluar. Aku merubah posisi, kini Tante Lisa kusuruh tiduran di lantai, di atas karpet dan kubuka lebar-lebar p*hanya dan kuangkat kedua kakinya lalu kumasukkan b*tang kem*luanku ke dalam l*ang kew*nitaannya,

“Blesss.. blessss.. blessss..” b*tang kem*luanku masuk dan mulai bekerja kembali meng*c*k-ngoc*k di dalam l*ang kew*nitaannya. Selang beberapa menit, aku sudah tidak tahan lagi, lalu kutanya ke Tante Lisa,
“Tante, aku mau keluar nich.. di dalam apa di luar?” tanyaku.
“Di dalam aja Sayang..” pintanya.

Kemudian, “Crottt.. crooottt.. croottt..” air m*niku muncrat di dalam l*ang kew*nitaan Tante Lisa, kemudian aku jatuh terkulai lemas menindih tubuh Tante Lisa sedangkan kej*nt*nanku masih manancap dengan perkasanya di dalam l*ang kew*nitaannya.

Kami berempat termasuk aku yang seorang gig*lo pun tidur di kamarku. Keesokan harinya kami berempat melakukan hal yang sama di depan TV dekat perapian, di kamar mandi, maupun di dapur dan aku mampu mem*askan mereka sebagai seorang gig*lo.

Aku lama-lama menyukai tempat tinggalku, Meski harga kontraknya naik terus setiapkali kuperpanjang kontraknya. Tempat ku ini sangat strategis di dalam gang hanya ada rumah ku. Meski pengap karena dikelilingi tembok tinggi, tetapi aku suka, karena tak ada orang yang bisa melihat kegiatanku dan aku jadi merasa bebas.

Setelah Mia meninggalkan diriku . aku jadi jomblo. Mau pacaran aku malas dengan basa-basi dan berbagai tuntutan. Untuk melampiaskan lib*do ku, siapa saja yang kusenangi sering kubawa ke kamar yang istimewa ini. Karena alamatnya rumit banyak lika-likunya, tidak satu pun temen cewek ku yang berhasil mencari alamat ku.

Suatu hari saat aku baru membeli r*kok di warung aku berpapasan dengan penjual jamu yang cukup mengagetkan. Wajahnya manis dan bodynya bah*nol betul.
“Nggak salah ini orang jadi tukang jamu,” kata ku membatin.

“Mbak jamu” tegurku. Dia menoleh.
“Mau minum jamu mas ?” tanyanya.
“Iya tapi jangan di sini, ke rumah” ajakku dan dia ikut dibelakang ku.

Sesampai di rumah , si mbak melihat sekeliling.
“Wah enak juga tempatnya mas ya,” ujarnya.
“Mbak jamu apa yang bagus”

“Lha mas maunya untuk apa, apa yang mau untuk pegel linu, masuk angin atau jamu kuat”
“Kuat apa” tanya ku.
“Ya kuat segalanya” katanya sambil melirik.

“Genit juga si mbak” kata ku dalam hati. “Aku minta jamu kuat lah mbak, biar kalau malam kuat melek bikin skripsi.”
Tapi terus terang aku kurang mempunyai keberanian untuk menggoda dan mengarahkan pembicaraan ke yang p*rno-p*rno. Sejak saat itu mbak jamu jadi sering menghampiriku.

“Mas kemarin kemana saya kesini kok rumahnya dikunci. Saya ketok sampai pegel nggak ada yang buka.”
“Oh ya kemarin ada kuliah sore jadi saya dari pagi sampai malam di kampus” kataku.
“Mas ini mas jamu kunyit asam, bagus untuk anak muda, biar kulitnya cerah dan jauh dari penyakit.”

“Mbak suaminya mana ?” tanya ku iseng.
“Udah nggak punya suami mas, kalau ada ngapain jualan jamu berat-berat.”
“Anak punya mbak ?”
“Belum ada mas, orang suami saya dulu udah tua, mungkin bibitnya udah abis.”

Kami semakin akrab sehingga hampir setiap hari aku jadi langganannya. Kadang-kadang lagi nggak punya duit, dia tetap membuatkan jamu untuk ku. Dia pun sudah tidak canggung lagi masuk ke rumah ku. Bahkan dia sering numpang ke WC.

Mbak Wati, begitulah dia mengaku namanya setelah beberapa kali mengantar jamu . Dia kini memasuki usia 27 tahun, asalnya dari daerah Wonogiri. Mbak Wati menganggap rumah ku sebagai tempat persinggahan tetapnya. Dia selalu protes keras jika aku tidak ada di rumah.

Semula Mbak Wati mengunjungi ku pada sekitar pukul 13. Tapi kini dia datang selalu sekitar pukul 5 sore. Kalau dia datang ke rumah ku jamunya juga sudah hampir habis. Paling paling sisa segelas untuk ku. Rupanya Mbak Wati menjadikan rumah ku sebagai terminal terakhir. Ia pun kini makin berani.

Dia tidak hanya menggunakan kamar mandiku untuk buang hajat kecil, tetapi kini malah sering mandi. Sampai sejauh ini aku menganggapnya sebagai kakakku saja. Karena dia pun menganggapku sebagai adiknya. Sering kali dia membawa dua bungkus mi instan lalu direbus di rumah ku dan kami sama-sama men*kmatinya.

Sebetulnya pikiran jor*kku sudah menggebu-gebu untuk men*kmati tubuh mbak Wati ini. Namun keberanian ku untuk memulainya belum kutemukan. Mungkin juga karena aku tidak berani kurang ajar jadi Mbak Wati makin percaya pada diri ku. Padahal wooo ng*c*ng. Aku hanya berani mengintip jika Mbak Wati mandi. Lubang yang sudah kusiapkan membuatku makin ng*c*ng saja kalau men*kmati intaian. Tapi bagaimana nih cara mulainya.

“Mas boleh nggak saya nginep di sini ?” tanya Mbak Wati suatu hari.
“Saya mau pulang jauh dan sekarang sudah kesorean, lagi pula besok saya nggak jualan, capek., “katanya beralasan tanpa saya tanya.
“Lha Mbak, tempat tidurnya cuma satu”

“Nggak pa-pa, saya tidur di tiker aja. Mas yang tidur di kasur.”
“Bener nih,” kata ku, dengan perasaan setengah gembira. Karena kupikir inilah kesempatan untuk menyergapnya.
“Iya nggak apa-apa koq” katanya.

Tanpa ada rasa canggung dia pun masuk kamar mandi dan mandi sepuasnya. Aku pun tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk kembali mengintainya. Badannya mulus bah*nol walaupun kulitnya tidak putih, tetapi bentuk tubuhnya sangat sempurna sangat bah*nol sebagai seorang wanita. Sayang dia miskin, kalau kaya mungkin bisa jadi bintang film, pikir ku.

Tet*knya cukup besar, mungkin ukuran 36, pent*lnya kecil dan bulu j*mb*tnya tebal sekali. Mungkin ada hubungannya dengan kumis tipis yang ada di atas bibirnya itu.Selesai mandi, kini giliranku masuk kamar mandi dan membersihkan diri. Aku nggak tahan , sehingga kesempatan mandi juga kugunakan untuk ngl*co.

“Mas mandinya koq lama sekali sih, ngapain aja” tanyanya mengagetkan.
“Ah biasa lah keramas sekalian biar seger” kata ku.
“Itu saya buatkan kopi, jadi keburu dingin deh, abis mandinya lama banget.”

Malam itu kami ngobrol ke sana-kemari dan aku berusaha mengorek informasi sebanyak mungkin mengenai dirinya.
“Mas suka di pijet nggak” katanya tiba-tiba.
“Wah nggak, nggak nolak” kata ku bercanda.
“Sini saya pijetin mas.”

Tanpa menunggu terlalu lama aku segera menuju ke kamar dikuti mbak Wati dan semua baju dan celana ku ku buka tinggal cel*na dal*m. Kumatikan lampu sehingga suasana kamar jadi agak remang-remang. Nggak nyangka sama sekali, ternyata mbak Wati pinter sekali memijat. Dia menggunakan cairan body lotion yang dibawanya untuk melancarkan mengurut.

Aku benar-benar pasrah. Meski ng*c*ng berat, tetapi aku nggak berani kurang ajar. Cilakanya Mbak Wati ini tidak canggung sedikit pun merambah seluruh tubuhku sampai mendekati si dicky. Beberapa kali malah ke senggol sedikit, membuat jadi tambah teg*ng aja.

“Mas celananya dibuka saja ya biar nggak kena cream.”
“Terserahlah mbak” kata ku pasrah . Dengan cekatan dia memelorotkan cel*na dal*m. Sehingga aku kini jadi tel*nj*ng bulat.
“Apa mbak nggak malu melihat saya tel*nj*ng” tanya ku.
“Ah nggak apa-apa, saya dulu sering memijat suami saya.”
“Dia yang ngajari saya mijet.”

Teg*ngan ku makin tinggi karena tangan nya tanpa ragu-ragu menyenggol kem*luan ku. Dia lama sekali memijat bagian dalam pah* ku, tempat yang paling sens*tive dan paling mer*ngs*ng. Mungkin kalau ada kabel di hubungkan diriku dengan lampu, sekarang lampunya bakal menyala, orang teganganku sudah mulai memuncak.

Aku tidur telungkup sambil berfikir, gimana caranya memulai. Akhirnya aku berketetapan tidak mengambil inisiatif. Aku akan mengikuti kemana kemauan Mbak Wati. Kalau terjadi ya terjadilah, kalau nggak yaa lain kali mungkin. Tapi aku ingin men*kmati dominasi perempuan atas laki-laki.

Setelah sekitar satu jam aku tidur telungkup, Mbak Wati memerintahkan aku telentang. Tanpa ragu dan tanpa rasa malu dan bersalah aku segera menelentangkan badan ku. Otomatis si dicky yang dari tadi berontak, kini bebas tegak berdiri.

Celakanya si dicky tidak menjadi perhatian Mbak Wati dia tenang saja memijat dan sedikitpun tidak berkomentar mengenai dicky ku. Kaki kiri, kaki kanan, pah* kiri, pah* kanan, kepala tangan kiri, tangan kanan, lalu perut. Bukan hanya perut tetapi si Dicky pun jadi bagian yang dia pijat. Aku melenguh.

“Aduh mbak”
“Kenapa mas” katanya agak manja.
“Aku nggak tahan, ng*c*ng banget”
“Ah nggak apa-apa tandanya mas normal”
“Udah tengkurep lagi mas istirahat sebentar saya mau ke kamar mandi sebentar.”

Lama sekali dia di kamar mandi, sampai aku akhirnya tertidur dalam keadaan telungkup dan tel*nj*ng. Tiba-tiba aku merasa ada yang menindihku dan kembali kurasakan pijatan di bahu. Dalam keadaan setengah sadar kurasakan ada seusatu yang agak berbeda.

Kenapa punggungku yang didudukinya terasa agak geli Kucermati lama-lama aku sadar yang mengkibatkan rasa geli itu ada bulu-bulu apa mungkin Mbak Wati sekarang tel*nj*ng memijatiku. Ternyata memang benar begitu. Tetapi aku diam saja tidak berkomentar.

Kun*kmati usapan bulu j*mb*t yang lebat itu di punggungku. Kini aku sadar penuh , dan dicky yang dari tadi bangun meski aku sempat tertidur makin teg*ng. Wah kejadian deh sekarang, pikirku dalam hati.
“Balik mas katanya” setelah dia turun dari badan ku

Aku berbalik dan ruangan jadi gelap sekali. Ternyata semua lampu dimatikannya . Aku tidak bisa melihat Mbak Wati ada dimana . Dia kembali memijat kakiku lalu duduk di atas kedua pah*ku . Ia terus naik memijat bagian d*daku dan seiring dengan itu, j*mb*tnya berkali-kali menyapu si dicky.

Kadang-kadang si dicky ditindihnya sampai lama dan dia melakukan gerakan maju mundur. Beberapa saat kemudian aku merasa mbak wati mengambil posisi jongkok dan tangannya memegang batang si dicky. Pelan-pelan di tuntun kepala si dicky memasuki lubang kem*luannya.

Aku pasrah saja dan sangat men*kmati dominasi perempuan. Lubangnya hangat sekali dan pelan-pelan seluruh tubuh si dicky masuk ke dalam lubang v*gina mbak waty. Mbak Wati lalu merebahkan dirinya memeluk diriku dan pant*tnya naik turun, sehingga si dicky keluar masuk .

Kadang-kadang saking h*tnya si dicky sering lepas, lalu dituntunnya lagi masuk ke lubang yang diinginkan. Karena aku tadi sudah ngl*co dan posisiku di bawah, aku bisa menahan agar m*ni ku tidak cepat muncrat. Gerakan mbak Wati makin l*ar dan nafasnya semakin memburu.

Tiba-tiba dia menjerit tertahan dan menekan sekuat-kuatnya kemala*annya ke si dicky. Dia berhenti bergerak dan kurasakan lubang v*ginanya berdenyut-denyut. Mbak wati mencapai org*smenya yang pertama. Dia beristirahat dengan merebahkan seluruh tubuhnya ke tubuhku. Jantungnya terasa berdetak cepat.

Aku mengambil alih dan membalikkan posisi tanpa melepas si dicky dari lubang mem*k mabak wati. Ku atur posisi yang lega dan mencari posisi yang paling enak dirasakan oleh mem*k mbak Wati. Aku pernah membaca soal G-sp*t. Titik itulah yang kucari dengan memperhatikan reaksi mbak wati.

Akhirnya kutemukan titik itu dan serangan terus ku kosentasikan kepada titik itu sambil memaju dan memundurkan si dicky . Mbak wati mulai melenguh-lenguh dan tak berapa lama dia berteriak, dia mencapai kl*maks tertinggi sementara itu aku juga sampai pada titik tertinggi ku.

Dalam keadaan demikian yang terpikir hanya bagaimana mencapai kepuasan yang sempurna. Kubenamkan si dicky sedalam mungkin dan bertahan pada posisi itu sekitar 5 menit. K*nt*lku berdenyut-denyut dan v*ginanya mbak wati juga berdenyut lama sekali.

“Mas terima kasih ya, saya belum pernah main sampai seenak ini.”
“Saya ngantuk sekali mas.”
“Ya sudah lah tidur dulu.”

Aku bangkit dari tempat tidur dan masuk kamar mandi membersihkan si dicky dari m*ni yang belepotan. Aku pun tidak lama tertidur. Paginya sekitar pukul 5 aku bangun dan ternyata mbak wati tidur di samping ku.Kur*ba mem*knya, lalu ku c*um, tangan ku, bau sabun. Berarti dia tadi sempat bangun dan membersihkan diri lalu tidur lagi. Dia kini tidur nyenyak dengan ngorok pelan.

Kuhidupkan lampu depan sehingga kamar menjadi agak remang-remang. Kubuka atau kuk*ngk*ngkan kedua kakinya . Aku tiarap di antara kedua pah*nya dan kusibakkan j*mb*t yang lebat itu untuk memberi ruang agar mulutku bisa mencapai mem*knya.

Lidahku mencari posisi cl*tor*s mbak wati. Perlahan-lahan kutemukan titik itu aku tidak segera menyerang ujung cl*tor*s, karena kalau mbak wati belum ter*ngs*ng dia akan merasa ngilu. Daerah sekitar cl*tor*s aku j*lat dan lama-lama mulai mengeras dan makin menonjol.

“Mas kamu ngapain mas, jijik mas udah, mas” tangannya mendorong kepala ku, tetapi kutahu tenaganya tidak sunguh-sungguh karena dia juga mulai mengel*njang. Tangannya kini tidak lagi mendorong kepalaku, mulutnya berd*sis-d*sis dan diselingin teriakan kecil manakala sesekali kusentuh ujung cl*tor*snya dengan lid*hku.

Setelah kurasakan cl*tor*snya menonjol penuh dan mengeras serangan ujung lidahku beralih ke ujung cl*tor*s. Pinggul mbak wati yang bah*nol mengeliat seirama dengan gerakan lid*hku. Tangannya kini bukan berusaha menjauhkan kepalaku dari v*ginanya tetapi malah menekan, sampai aku sulit bernafas.

Tiba-tiba dia menjepitkan kedua pah*nya ke kepalaku dan menekan sekeras-kerasnya tangannya ke kepalaku untuk semakin membenam. V*gin*nya berdenyut-denyut. Dia mencapai kl*mak. Beberapa saaat kupertahankan lidah ku menekan cl*tor*snya tanpa menggerak-gerakkannya.

Setelah gerakannya berhenti aku duduk di antara kedua pah*nya dan kumasukkan jari tengah ke dalam mem*knya kucari posisi G-sp*t, dan setelah ter*ba ku*lus pelan. Dengan irama yang tetap. Mbak Wati kembali menggerakkan pinggulnya yang bah*nol dan tidak lama kemudian dia menjerit dan menahan gerakan tanganku di dalam mem*knya. Lubang v*ginanya berdenyut lama sekali.

“Aduh mas ternyata mas pinter sekali.”
“Aku kira mas nggak suka perempuan. Aku sampai penasaran mancing-mancing mas, tapi kok nggak nyerang-nyerang aku.”
“Jadi aku bikin alasan macem-macem supaya bisa berdua sama mas.”

“Aku segen mbak, takut dikira kurang ajar. Selain itu aku juga ingin men*kmati jika didului perempuan.”
“Ah mas nakal, menyiksa aku. Tapi aku suka mas orangnya sopan nggak kurang ajar kayak laki-laki lain.”
“Mas tadi kok nggak jijik sih jil*ti mem*k ku. Aku belum pernah lho digituin. Rasanya enak juga ya.”kata Mbak Wati.

Wati mengaku ketika berhubungan dengan suaminya yang sudah tua dulu hanya hubungan yang biasa saja dan itu pun mbak wati jarang sampai puas. Dia mengaku belum pernah berhubungan badan dengan orang lain kecuali suaminya dan diriku.

“Pantes mem*knya enak sekali, peret mbak,” kata ku.
“Wong tukang jamu koq, yo terawat toh yo.”
“Sekarang gantian mbak, barang ku mbok jil*ti po’o. ”
Aku ra iso he mas”
“Nanti tak ajari.”

Mbak Wati yang bah*nol mengambil posisi diantara kedua pah*ku dan mulai memegang si dicky dan pelan-pelan memasukkan mulutnya ke ujung ******. Dia berkali-kali merasa mau muntah, tetapi terus berusaha meng*m*t si dicky Setelah terbiasa akhirnya dik*l*mnya seluruh b*tang ****** ku sampai hampir mencapai pangkalnya. Aku merasa ujung si dicky menyentuh ujung tenggorokkannya.

Dia memaju-mundurkan b*tang di dalam k*l*mannya . Ku instruksikan untuk juga melakukannya sambil mengh*sap kuat-kuat.dia menuruti semua perintahku. Bagian zak*rnya juga dij*latnya seperti yang kuminta. Dia tidak lagi mau muntah tetapi mahir sekali. Setelah berlangsung sekitar 15 menit kini aku perintahkan dia tidur telentang dan aku segera menindihnya.

“Mas k*nt*le kok enak tenan, keras sampai mem*k ku rasanya penuh sekali.”
Kugenjor terus sambil kosentrasi mencari titik G. Tidak sampai 5 menit Mbak wati langsung berteriak keras sekali. Dia mencapai org*sme tertinggi. Sementara aku masih agak jauh . Setelah memberi kesempatan jeda sejenak. Mbak Wati kusuruh tidur nungg*ng dan kami melakukan dengan D*gy St*le.

Rupanya pada posisi ini titik G Mbak wati tergerus hebat sehingga kurang dari 3 menit dia berteriak lagi dan aku pun mencapai titik tertinggi sehingga mengabaikan teriakannya dan kug*njot terus sampai seluruh man*ku hambis di dalam mem*k mbak wati.

Dia tertidur lemas,aku pun demikian. Sekitar jam 8 pagi kami terbangun dan bersepakat mandi bareng. Badan Mbak wati memang benar-benar sempurna sangat bah*nol, Tet*knya besar menentang, pingg*lnya besar dan pinggangnya ramping sungguh bah*nol. Setelah malam itu mbak Wati jadi sering menginap di kamar ku. Sampai satu hari dia datang dengan muka sedih.

“Mas aku disuruh pulang ke kampung mau dikawinkan sama Pak lurah.”
“Aku berat sekali mas pisah sama mas, tapi aku nggak bisa nolak keinginan orang tua ku,” katanya bersedih.
Malam itu Mbak wati nginap kembali di kamar ku dan kami main habis-habisan. Seingat saya malam itu saya sampai main 7 ronde men*kmati tubuh bah*nol nya, sehingga badan ku lemas sekali.

Sepulang kantor, tubuhku menjadi tambah penat sehabis mengerjai Lia tadi. Kuparkir Mercy kesayanganku di seb*ah mall yang terletak tak jauh dari kantorku. Kubergegas menuju seb*ah salon dengan dekorasi yang didominasi warna merah itu.

“Mau diapain Pak” tanya resepsionis yang cantik.
Kulihat namanya yang terpampang di d*da. Anggi, namanya.
“Creambath sama refleksi” jawabku.
“Mari dicuci dulu Pak” Anggi menyilahkanku ke tempat cuci.

Tak lama pegawai salon yang akan merawat rambutkupun datang. Kuperhatikan dia tampak masih ABG. Dengan tubuh yang kecil dan kulit sawo matang tapi bersih, wajahnya pun tampak manis dan imut. Walaupun tak secantik Lia, tapi wajahnya yang menyiratkan kemudaan dan keluguan itu menarik hatiku. Tapi yang paling menyedot perhatianku adalah b*ah d*danya yang besar untuk ukuran tubuhnya.

Dengan tubuh yang mungil, b*ah d*danya tampak menonjol sekali dibalik seragamnya yang berwarna hitam itu. Perawatanpun dimulai. Pijatan Dian, nama gadis ABG itu, mulai memberikan ken*kmatan di tubuhku yang lelah. Tetapi tak kuduga setelah aku meny*t*buhi Lia tadi, ga*rahku kembali timbul melihat Dian. Terutama karena b*ah d*danya yang tampak masih padat dan kenyal itu.

Benar-benar s*xy sekali dilihatnya, ditambah dengan celana jeansnya yang sedikit di bawah pinggang sesuai mode masa kini, sehingga terkadang perutnya tampak ketika dia memijat bagian atas kepalaku. Setelah creambath, Dianpun yang memberikan layanan refleksi.

Karena tempat dudukku lebih tinggi darinya, kadang ketika dia agak menunduk, aku dapat melihat be*lahan d*danya dari balik T-shirtnya yang kancingnya sengaja dibuka. Begitu indah pemandangan itu. Semenjak aku men*kmati Tari, gadis SMP dulu, belum pernah aku men*kmati ABG belasan tahun lagi. Terlebih dulu Tari berd*da kecil, sementara aku ingin mencoba ABG berd*da besar seperti Dian ini.

Akupun mengajaknya mengobrol. Ternyata dia baru lulus SMA dan berusia 18 tahun lebih sedikit. Mau melanjutkan sekolah tidak ada biaya, dan belum mendapatkan kerja yang sesuai. Dia bekerja di salon tersebut sambil mencari-cari kerja yang lain yang lebih baik.

Singkat kata, aku tawarkan dia untuk melamar di perusahaanku. Tampak dia berseri-seri mendengarnya. Aku sarankan sehabis jam kerjanya kita dapat mengobrol lebih jauh lagi mengenai pekerjaan itu. Diapun setuju untuk menemuiku di food court selepas pulang kerja nanti.

Jam 8.00 malam, Dian menemuiku yang menunggunya di tempat yang telah disepakati itu. Kupesan makan malam sambil kita berbincang-bincang mengenai prospeknya untuk bekerja di perusahaanku. Kuminta dia mengirimkan surat lamaran serta ijazahnya secepatnya untuk diproses.

Kubilang ada lowongan sebagai resepsionis di kantorku. Memang cuma ada Noni resepsionis di kantorku, sehingga aku merasa perlu untuk menambah satu lagi. Setidaknya itulah pikiranku yang sudah diseliputi hawa n*fsu melihat kemolekan tubuh muda Dian.

Sambil berbincang, mataku terus mengagumi b*ah d*danya yang tampak sekal menggiurkan itu. Ingin rasanya cepat-cepat kuj*lat dan kuhis*p sepuas hati. Dian tampak menyadari aku menatap d*danya, dan dia tampak tersipu malu sambil berusaha menutup celah T-shirtnya.

Sehabis makan malam, aku tawarkan untuk mengantarnya pulang. Sambil meneruskan wawancara, alasanku. Dianpun tidak menolak mengingat dia sudah ingin sekali pindah tempat kerja. Terlebih penampilanku membuatnya semakin yakin. Di dalam mobil, dalam perjalanan, kuteruskan perbincanganku mengenai job description seorang resepsionis di kantorku.

Sambil berbincang kucoba mer*ba pah*nya yang terbungkus jeans ketat. Sesekali tangannya menolak rab*an tanganku.
“Jangan Pak.. malu” alasannya.
Sementara itu, n*fsuku sudah begitu menggelora dan motel jam-jaman langgananku pun sudah hampir tampak.

“Dian.. Terus terang saja.. Kamu memenuhi semua persyaratan.. Hanya saja kamu harus bisa melayani aku luar dalam untuk bekerja di perusahaanku.” tegasku sambil kembali menger*yangi pah*nya. Kali ini tidak ada penolakkan darinya.

“Tapi Pak.. Dian nggak biasa..”
“Yach kamu mulai sekarang harus membiasakan diri ya..” kataku sambil mer*mas pah*nya dengan tangan kiriku, sementara tangan kananku membelokkan setir Mercyku ke pintu masuk motel langgananku itu.

Mobilku langsung masuk ke dalam garasi yang telah dibuka oleh petugas, dan pintu garasi langsung ditutup begitu mobilku telah berada di dalam. Kuajak Dian turun dan kamipun masuk ke dalam kamar. Kamar motel tersebut lumayan bagus dengan kaca yang menutupi dindingnya. Tak lama, petugas motel datang dan akupun membayar rate untuk 6 jam.

Setelah si petugas pergi, kuajak Dian untuk duduk di ranjang. Dengan ragu-ragu dia patuhi perintahku sambil dengan gugup tangannya mer*mas-r*mas sapu tangannya. Kusibakkan rambutnya yang ikal sebahu dengan penuh kasih sayang, dan mulai kuc*umi wajah calon resepsionisku ini.

Kemudian kuc*umi bibirnya yang agak sedikit tebal dan s*nsual itu. Tampak dia hanya bereaksi sedikit sambil menutup matanya. Hanya nafasnya yang mulai memberat.. Kurebahkan tubuhnya di atas ranjang, dan langsung tanganku dengan gemas mer*bai dan mer*masi b*ah d*danya yang ranum itu.

Aku sangat gemas sekali melihat seorang ABG bisa mempunyai b*ah d*da ses*ksi ini. Kuangkat T-shirtnya, dan langsung kuj*lati b*ah d*danya yang masih tertutup ** ini. Kuc*umi belahan d*danya yang membusung. Ahh.. Seksi sekali anak ini.

Dia masih tetap menutup matanya sambil terus mer*mas-r*mas sapu tangan dan seprei ranjang ketika aku mulai men*kmati b*ah d*danya. Kubuka pengait **nya yang tampak kekecilan untuk ukuran b*ah d*danya, dan langsung kuhis*p dan kuj*lati b*ah d*da gadis ABG salon ini.

“Eh.. Eh..” hanya er*ngan tertahan yang keluar dari mulutnya. Dian tampak mengg*git bibirnya sendiri sambil meng*rang ketika lid*hku menari di atas put*ngnya yang berwarna coklat. Dengan cepat put*ng itu mengeras pertanda siempunya sedang ter*ngs*ng hebat.

Segara kul*cuti semua pakaianku sehingga aku tel*nj*ng bulat. Kem*luanku telah tegak ingin merasakan n*kmatnya tubuh gadis muda ini. Akupun duduk di atas d*danya dan kuarahkan kem*luanku ke mulutnya.
“Jangan Pak.. Dian belum pernah..” katanya sambil menutup bibirnya rapat.

“Ya kamu harus mulai belajar donk..” jawabku sambil menyentuhkan kem*luanku, yang panjangnya hampir sama dengan panjang wajahnya itu, ke seluruh permukaan wajahnya.
“Katanya mau jadi pegawai kantoran..” aku mengigatkan.
“Tapi nggak akan muat Pak.. Besar sekali”
“Ya kamu coba aja sedikit demi sedikit. Dimulai dari ujungnya dulu ya sayang..” perintahku lagi.

Dianpun mulai membuka mulutnya. Kusodorkan kem*luanku dan sedikit demi sedikit rasa hangat yang n*kmat menjalari kem*luanku itu, ketika Dian mulai menghis*pnya. Kuangkat kepalanya sedikit sehingga dia lebih leluasa menghis*pi kem*luan calon bosnya ini.

“Ya.. Begitu.. Sekarang coba lebih dalam lagi” kataku sambil mendorong kem*luanku lebih jauh ke dalam mulutnya.
Kemudian kutarik keluar kem*luanku dan kuarahkan mulut gadis ABG ini ke b*ah zak*rku.
“Sekarang kamu j*lat dan his*p ini ya.. Sayang”

Dianpun menurut. Dij*latinya dan kemudian dihis*pnya b*ah zak*rku satu per satu. Demikian selama beberapa menit aku duduk di atas d*da Dian dan mengajarinya memberikan ken*kmatan dengan menggunakan mulutnya. Mulutnya tampak penuh sesak ketika ia menghis*pi kem*luanku.

Setelah puas men*kmati hangatnya mulut Dian, aku kembali gemas melihat b*ah d*danya yang membusung itu. Kembali kun*kmati b*ah d*danya dengan mulutku. Kembali Dian meng*rang tertahan sambil mengatupkan bibirnya. Sementara itu, akupun mel*cuti celana jeansnya dan sekalian cel*na dal*mnya. Tampak v*ginanya yang bersih tak berbulu seperti menantang untuk dig*njot kem*luanku.

Tanganku meraba-raba v*ginanya dan tak lama menemukan klit*risnya. Kuusap-usap klit*risnya itu, sementara mulutku kembali dengan gemas men*kmati b*ah d*danya yang besar menantang. Terdengar dengusan nafas Dian semakin dalam dan cepat.

Matanya masih menutup demikian juga dengan bibirnya. Tangannya tampak semakin keras mer*mas sprei ranjang kamar. Aku sudah ingin menyet*b*hi gadis ABG petugas creambath ini. Kurenggangkan pah*nya sementara kuarahkan kem*luanku ke liang n*kmatnya.
“Pelan-pelan ya Pak..” pintanya sambil membuka mata.

Tak kujawab, tapi mulai kudorong kem*luanku menerobos l*ang v*ginanya. Memang dia sudah tidak per*wan lagi, tetapi v*ginanya masih sempit menjepit kem*luanku.
“Ahh..” jeritnya ketika kem*luanku telah menerobos v*ginanya. Tak kuasa lagi dia untuk menahan jeritan n*kmatnya.

Mulai kugenjot v*ginanya, sambil kur*mas-r*mas b*ah d*danya. Makin keras er*ngan Dian memenuhi ruangan itu.
“Ahh.. Ahh..” er*ngnya seirama dengan goyanganku.
Buah d*danya bergoyang menggiurkan ketika aku memompa v*ginanya.

Sesekali kuhentikan goyanganku untuk kembali menghis*pi b*ah d*danya yang besar dengan gemas. Hampir 20 menit terus kupompa gadis ABG manis pegawai salon ini. Tiba-tiba dia meng*rang dan meng*jang hebat tanda org*sme. Tampak butir keringat mengalir membasahi wajahnya yang manis. Kuseka keringatnya dengan penuh kasih sayang.

Kemudian kunaiki kembali tubuhnya dan kali ini kuletakkan kem*luanku diantara b*ah d*danya yang kenyal itu. Tanganku merapatkan b*ah d*danya, sehingga kem*luanku terjepit diantaranya. Nikmat sekali rasanya dijepit b*ah d*da gadis ABG semanis dia.

Mulai kugoyangkan badanku maju mundur sehingga b*ah d*danya yang kenyal menggesek-gesek kem*luanku dengan n*kmat. Kadang kulepaskan kem*luanku dari himpitan b*ah d*danya untuk kemudian kusorongkan ke mulutnya untuk dihis*p. Kemudian kembali kujepitkan diantara b*ah d*danya yang ranum itu.

Kira-kira 15 menit lamanya kem*luanku men*kmati kenyalnya b*ah d*da dan hangatnya mulut Dian. Akupun merasa akan org*sme, dan tak lama kusemburkan cairan ejak*las*ku di atas b*ah d*da Dian. Dengan kem*luanku, kuoleskan sp*rmaku keseluruh permukaan b*ah d*danya yang sangat membuatku gemas itu.

“Pak.. Jangan bohong lho janji Bapak..” ujar Dian saat kami telah meluncur kembali di dalam mobilku.
“Oh nggak, sayang.. Cepat saja kamu kirim lamarannya ya” jawabku.

Dianpun tersenyum senang mendengarnya. Terbayang olehnya kerja di kantor yang merupakan cita-citanya. Akupun tersenyum senang membayangkan b*ah d*da Dian yang akan dapat aku n*kmati sepuasnya nanti. Kuturunkan Dian dipinggir jalan sambil kuberi uang untuk ongkos taksi.

“Terimakasih ya Pak Robert” katanya ketika dia turun dari mobilku.
“Sama-sama Dian” jawabku sambil melambaikan tangan.

Kukebut mobilku menuju jalan tol. Hari telah larut malam. Jalanan telah menjadi lenggang. Ingin rasanya cepat sampai di apartemanku setelah hari yang melelahkan ini. Tiba-tiba aku sadar kalau aku belum mentest secara seksama kemampuan Dian untuk menjadi resepsionis.

Interpersonal skill, bahasa Inggris, telephone manner, dan lain-lain. Rupanya aku hanya terbuai oleh b*ah d*danya yang n*kmat itu. Biarlah nanti bagian HRD yang mentestnya, pikirku. Kalau lulus ya diterima, kalau nggak ya nggak apa-apa. Toh aku sudah puas men*kmati b*ah d*danya he.. He..

Pengalaman terjadi ketika saya baru saja lulus SMA dan sedang persiapan mendaftarkan diri ke perguruan tinggi. Saya termasuk pria yang bertampang lumayan, cukup pintar, dan berperawakan sedang. Panggil saja saya, Budi. Selama di SMA, saya mempunyai kelompok teman yang selalu bermain bersama. 4 anak laki-laki dan 7 anak perempuan.

Sebagian besar teman-teman saya melanjutkan ke perguruan tinggi di luar negeri karena memang sekolah saya termasuk sekolah elite di kota J yang menghasilkan siswa-siswi dengan hasil lulusan yang cukup baik. Karena saya berasal dari keluarga ekonomi menengah, pilihan sekolah ke LN menjadi tidak mungkin.

Dari kelompok kami hanya tersisa 3 teman perempuan dan saya. Kami bingung mau melanjutkan ke mana, tetapi akhirnya kami memutuskan untuk ke kota B yang mempunyai beberapa universitas swasta dan negeri yang cukup terkenal. Saya, Rika, Nova, dan Jenni memutuskan untuk mendaftar bersama ke kota B.

Di sinilah petualangan kami dimulai. Kami berkumpul bersama di rumah Jenni dan orang tuanya meminjamkan mobil mereka untuk kami pakai. Kami memang sering pergi berkelompok dengan meminjam mobil orang tua dan kadang sampai menginap beberapa hari di luar kota. Jadi pada saat kami pergi, orang tua teman-temanku tanpa curiga mengijinkan putri-putri mereka berangkat ke kota B dan menginap tiga malam di sana. Sekalian liburan kata kami.

Perjalanan ke kota B berjalan lancar dan kami menghadapi ujian masuk dengan kepercayaan tinggi. Maklum, kami semua termasuk berotak encer. Sore hari kami setelah selesai ujian masuk, kami segera mencari penginapan yang terkenal dengan daerah sejuknya di sekitar kota B. Kami menyelesaikan administrasi dan segera masuk ke kamar. “Wah! Ternyata kamarnya besar juga yah! Ada ruang tamunya lagi,” kataku. “Budi, kamu tidur di sofa aja yah!

Kita berdua ambil ranjangnya!” sahut Nova. “Yah… Curang… kan baru kali ini saya menginap bareng perempuan dalam satu kamar! Siapa tahu….” komplainku. “Maunya..” kata Jenni sambil mendorong diriku ke arah sofa. Kami semua menjatuhkan pant*t di sofa sambil melepas lelah. Setelah berbincang selama setengah jam mengenai soal-soal Ujian masuk tadi siang, kami pun bergantian mandi menyegarkan badan.

Kami pun memesan makan malam dari room service karena kami terlalu lelah untuk keluar mencari makan. Rika akan menyusul besok pagi dan ketemuan di kota B. Dia sudah menghadapi ujian masuk seminggu lalu. Pilihan universitasnya berbeda. Oh iya, saya belum menjelaskan penampilan teman-teman saya.

Rika : Gadis ini pemalu dengan badan kecil yang sangat indah. Saya tahu ini karena Rika sangat suka memakai baju yang menunjukkan lekuk badannya. Dad*nya berukuran sedang saja, 34B (saya tahu setelah melihat **- nya dan ** yang lain nanti). Kecil-kecil imut merupakan kesan yang diberikannya. Senyumnya manis sekali.

Nova: Gadis ini juga berbadan kecil tetapi dengan dad* yang terlihat jauh lebih besar daripada milik Rika. 34C ukuran **nya. Mulutnya kecil dengan bibir tipis yang memberikan senyum menggoda. Hampir semua anak laki-laki di sekolahku mengejar dia. Manis dengan dad* besar. Siapa yang tidak tertarik?

Jenni: Gadis bertubuh jangkung yang senang memakai kaos longgar dan berjiwa bebas. Asyik diajak bertukar pikiran, pintar, dan sedikit tomboi. Senang sekali olahraga dan sangat jago bermain volley. Paling enak jadi lawan mainnya di lapangan. Posisiku sebagai tosser sering membuatku berada di depan net dan berhadapan muka dengan Jenni. Posisi siap menerima bola dan kaos longgarnya sering mengganggu konsentrasiku di lapangan.

Jenni : “Mau ngapain nih? Baru jam 6 sore kita dah selesai makan malam.”
Nova : “Kita main kartu aja yuk”
Budi : “Memangnya bawa?”
Nova : “Bbawa kok. Rika, ayo dikeluarin. Kita main poker aja.

Pakai uang bohongan aja. Biar seru ada taruhannya.” Kami pun bermain selama satu jam ketika Nova menyeletuk. Nova : “Tidak seru nih.. bosan.. gimana kalau dibuat lebih seru?”
Budi : “Maksud kamu, Nov?”
Nova : “Strip poker !!”

“Gila kamu, Nov!”
Nova : “Kaga berani?” Saya lagi terpatung dengan keberanian ide Nova.
Jenni : “Siapa takut? Berani kok walau ada Budi!”
Pipi saya jadi memerah dan berasa panas. Ada rasa malu juga. Glek.. saya menelan ludah.. Ada kemungkinan dua gadis muda cantik akan tel*nj*ng di depanku.

Nova : “Berani tidak, Bud? Diam aja. Malu yah tel*nj*ng di depan cewek-cewek?’
Wah, otakku langsung berputar cepat. Harus memikirkan semua kemungkinan. Jangan sampai saya kalah dan tidak melihat gadis-gadis tel*nj*ng.

Budi : “Berani dong! Tapi nanti kalian curang, kaga berani buka beneran!”
Nova : “Kalo ada yang kaga berani buka, kita semua yang paksa buka! Setuju tidak?”
Kita semua menganggukkan kepala menandakan persetujuan.

Jantungku makin berdebar kencang dan kel*minku mulai mengeras karena kemungkinan kejadian di depan mata.
Budi : “Ya dah.. Aturannya gimana nih Nov?”
Nova : “Kita semua punya modal 1000. Taruhannya setiap kelipatan 10 dan paling besar 100. Kalau modal 1000 habis, gadaikan pakaian dengan harga 500. Setuju?”
Kami semua setuju.

Budi : “Kita main sampai kapan? Sampai satu orang b*gil atau sampai semua b*gil?”
Nova : “Sampai semua b*gil dong! Biar adil!!”
Jenni: “Ok deh. Tapi kasihan Budi dong. Dia kan paling cuma punya 3 potong baju. maksudnya cuma kaos, celana dan cel*na dal*m. Kita cewek-cewek kan kelebihan **.”
Nova : “Iya yah… ya udah biar adil, kita semua lepas ** deh.”

Nova langsung dengan cekatan melepas ** merah mudanya tanpa melepaskan kaos dan melemparkan **nya ke mukaku. Harumnya ** langsung memenuhi hidungku. Tanpa kusadari ** kedua pun mendarat di mukaku. Ini milik Jenni. ** dengan warna cream kulit. Hahahahaha… kamipun tertawa bersama.

Nova : “Ayo mulai! Sudah adil kan, Bud?,,, Kita masing-masing cuma punya 3 modal.”
Budi : “Sebentar.. pakaian yang sudah ditanggalkan bisa dipakai lagi ga?”
Nova : “Hmm… TIDAK BOLEH! Yang sudah lepas, tidak boleh dipakai lagi!”
Budi : “Kalau yang sudah b*gil kalah lagi gimana? Kan modalnya habis!!”

Nova : “Banyak nanya yah kamu, Bud! Gimana Jen?”
Jenni : “Boleh dipegang-pegang deh sama yang menang. Dipegang-pegang selama 1 menit!”
Wah asyik nih peraturannya… tetapi otakku sudah mulai pindah ke kel*min nih.. “Pegang doang kaga seru ah, gimana kalo dad*nya dih*sap-h*sap!”

Nova : “Ih kamu, Bud…. Mau dong!!”
Dengan suara manisnya sambil melirik nakal ke arahku!” Jenni dan Nova tertawa terbahak-bahak.
Nova : “Tapi kalau kamu yang sudah b*gil dan kalah gimana, Bud? Saya his*p tit*tnya yah!!”
Jenni : “Wah saya juga mau his*p tit*t Budi!”

Benar-benar tidak disangka! 3 tahun bersama di SMA, saya tidak menyangka teman-temanku ini nakal juga. Permainan pun dimulai. Keahlianku bermain strip poker di komputer ternyata sangat bermanfaat. Jenni segera kehilangan modal awal sehingga harus menggadaikan modal berikutnya.

Jenni hendak membuka celananya, tetapi dicegah oleh Nova.
Nova :”Wah kaga boleh sendiri yang nentuin buka celana. Budi, mau suruh Jenni buka apa?”
Wow, thanks Nova! Aku teringat kalau mereka sudah lepas **, tentunya dengan melepas kaos, dad* Jenni akan terbuka.
Budi : “Tentu saja kaos dong. Kapan lagi bisa lihat pay*dara dari dekat!”

Jenni dengan malu-malu mulai melepas kaosnya dan dengan segera menutupi put*ng pay*daranya dengan satu tangan. Saya terkesima dengan pandangan indah di depan mata. Animasi strip poker di permainan komputer tidak seindah pemandangan di depan mata.

Nova : “Jen.. mana boleh ditutupin dad*nya. Buka dong!” Nova menggaet tangan penutup pay*dara dengan segera.
Jenni sedikit memberontak sambil memerah wajahnya. Jenni tertarik tangannya, memperlihatkan pay*dara terbuka dan menggantung indah di depan wajahku. Glek.. saya menelan ludah.

Jenni : “Bud, tutup mulut dong.. Masa sampai menganga terbuka gitu melihat dad* gue.”
Jenni dan Nova tertawa. Ini membuat Jenni jadi relaks dan pasrah dad*nya terpampang jelas. Wah kalo mereka serius kayak gini, mendingan saya kalah saja. Mengingat kalau kalah terus, tit*tku akan dih*sap selama 1 menit setiap kekalahan. Hahahaha.. otakku kotor juga. Maka dilanjutkanlah permainan.

Dengan segera saya menjadikan diri tel*nj*ng. Cel*na dal*m saya buka perlahan-lahan memperlihatkan tit*t yang sudah mengeras sejak tadi. Saat itu, Nova, dengan pay*dara montoknya pun tinggal cel*na dal*m saja. Kedua gadis ini memperhatikan cel*na dal*mku dengan seksama sambil menahan napas menunggu tit*tku seluruhnya terlihat.

Nova : “Wah sudah keras yah, Bud! Bagus lho bentuknya!”
Budi : “Gimana tidak keras… ngelihat dua pasang pay*dara yang bagus-bagus!”
Rupa-rupanya Nova sudah tidak tahan lagi. Aku langsung ditabraknya dan tit*tku langsung dipegangnya. Dengan gemas Nova mulai meng*c*k tit*tku sambil sesekali dij*latnya.

Tentu saja saya tidak tinggal diam. Tanganku mulai mer*mas-r*mas pay*dara Nova yang cukup besar. Tidak cukup dengan r*masan, akhirnya aku meraup pay*dara kiri dan mulai mengh*sapnya.
“Ahh.. Enak banget, Bud! Terus his*p..” Sambil mengh*sap pay*dara Nova, tanganku mulai melepaskan cel*na dal*mnya.

Karena saya tidak mau melepaskan his*pan, tentu saja melepaskan cel*na dal*m jadi lebih sulit. Nova membantu dengan melepaskan cel*na dal*mnya sendiri. Tit*tku yang menjadi lepas dari pegangan Nova, langsung disambut Jenni dengan kul*mannya. Mimpi apa semalam. Dua gadis sudah meng*lum tit*tku.

Kami pun pindah ke ranjang. Saya berbaring di ranjang dengan tit*t menjulang langit. Nova melanjutkan memberikan pay*daranya untuk saya his*p dan Jenni kembali meng*lum tit*tku. Tangan saya mulai berg*rilya ke vag*na Nova. Basah. Licin. Saya pun mulai bokep viral terbaru menggesekkan jari ke clit*risnya. Licin sekali.

Nova pun mend*sah dengan kenikmatan yang dialaminya di bawah. Jenni yang melihat Nova mengalami kenikmatan, mengubah posisi pant*tnya ke sebelah mukaku. Badan jenjangnya memang membuat posisi hampir ** tersebut sangat mudah terjadi. Tanganku pun menggosok vag*na Jenni yang juga sudah sangat basah.

Tangan kiri di vag*na Jenni, tangan kanan di vag*na Nova. Kuk*c*k keduanya dengan kelembutan yang lama-lama bertambah cepat. Jenni dan Nova blings*tan dibuatnya. Jenni berguncang hebat sampai melepaskan his*pan di tit*tku dan mengeluarkan lenguhan panjang yang sangat s*ksi.

Nova menyusul dengan teriakan yang tidak kalah s*ksinya. Keduanya terjatuh di kiri kananku dengan lemasnya. Aku yang sudah tegangan tinggi tidak mau tinggal diam. Aku menghampiri Nova dan membuka lebar-lebar sel*ngk*ngannya. Terlihat vag*na bersih yang sangat indah. Bulu- bulu halusnya sangat s*ksi.

Aku mulai menggesekkan kepala tit*tku ke vag*na Nova. Ah….. licin dan enak. Belum pernah aku merasakan kenikmatan seperti ini. Nova yang mulai merasakan kenikmatan, mulai bereaksi dengan menggerak-gerakkan pinggulnya mengikuti irama gesekan.

Nova semakin meracau…”Oohhh… aahhh… ohh..my… God…..Enak banget Bud” “Terus Bud… Enak… ahhh… aahhHHH….AAAHHHHHH…Gila.. enak banget Tit*t lu Bud!! Gue dah sampe nih” “Baru digesek aja dah enak gini yah, Bud… gimana kalo dimasukin yah? Masukin deh Bud..”

“Serius lu, Nov? Lu mau gue per*wanin? Gue sih dah n*fsu banget nih.”
“Iya, Bud… Gue pengen ngerasain tit*t lu di dalam gue… di luar aja dah enak, apalagi di dalam.”
Aku tidak pikir panjang lagi.. langsung berusaha merangsek ke dalam vag*na Nova.

“Oww.. pelan-pelan Bud.. Sakit tahu!!”
“Ok, Nov.. gue pelan-pelan nih” Pelan-pelan kepala tit*t gue mulai terbenam di vag*na Nova. Terasa mentok. Aku yang tidak pengalaman berpikir kok tidak dalam yah?

“Nov, udah masuk belom sih?” Nova yang mulai meringis menahan sakit,
“Kayaknya sih belom deh… tapi terusin aja.”
“Lu yakin, Nov? Kayaknya lu kesakitan gitu.”

“Terus aja, Bud. Gue pokoknya mau tit*t lu di dalam gue.”
“Ya udah kalo gitu.. Gue terusin nih..”
Dengan tiga sodokan keras yang disertai rint*han Nova, akhirnya tit*tku masuk juga sepenuhnya.

“Wah.. Nova… kayaknya tit*t gue dah masuk semua nih”
“Iya.. Bud…” sambil menahan sakit “diam dulu, Bud.. jangan digerakin dulu..gue masih rada sakit..”
Ahh.. nikmatnya vag*na per*wan.. tit*tku berasa banget dir*mas-r*mas oleh vag*na sempit Nova.

Tanpa kusadari, aku mulai menggerakkan pelan- pelan pant*tku. Keluar masuk secara perlahan. Nova pun mulai bernafas secara teratur dan mulai menikmati koc*kan lembut di vag*nanya.
“Pelan-pelan yah Bud… masih sakit tapi dah mulai enak nih… vag*na gue berasa penuh banget diisi tit*t lu”

Jenni yang dari tadi menonton menunjukkan ekspresi tidak percaya.
“Gila lu berdua.. beneran ng*nt*t yah?”
Jenni pun mendekati TKP dan memperhatikan dengan seksama. “Gila.. gila.. tit*t lu beneran masuk ke vag*nanya Nova, Bud!”

“Iya Jen.. Enak banget vag*na Nova.. gue bisa ketagihan ng*nt*t nih.”
Tiba-tiba ada keinginan yang luar biasa untuk segera sampai.. kupercepat goyanganku. Nova pun semakin mend*sah mengg*la.

“Ahhh… Ohhh…Ahhh…Ohhh…Bud.. gue mau sampe lagi nih”
“Barengan Nov.. gue juga mau sampe..”
Di kepalaku tidak teringat lagi pelajaran Biologi, kalau sp*rma ketemu s*l telur akan menghasilkan zyg*t yang akan berkembang menjadi bayi.

“Ayo.. Bud… kita bbaaareeennggg….” Croootttt…croottt.. croottt…Tiga kali aku menyemprotkan m*ni ke r*him Nova.
Ahh… ini perasaan yang luar biasa… ken*kmatan berh*bungan b*dan dengan seorang gadis muda yang cantik. Beda banget sama mast*rbasi. Hubungan langsung lebih nikmat. Aku langsung terjatuh lemas di sebelah Nova. Jenni yang melihat pertunjukkan langsung bagaimana berreproduksi mulai mendekati tit*tku lagi dan mengh*sapnya dengan lembut.

Nafasku yang tersengal-sengal perlahan-lahan menjadi teratur seraya menikmati his*pan- his*pan Jenni. Dik*c*knya perlahan tapi pasti membuat tit*tku menjadi tegang kembali.
“Bud, jangan dimasukin yah. Ini pengen gue gesek-gesek ke vag*na.”
“Iya, Jen.” Jenni pun mengambil posisi *** dan mulai menggesek-gesek vag*nanya di atas tit*tku.
“Enak banget, Jen”

Goyangan lembut Jenni membuat pay*daranya bergoyang-goyang secara anggun. Pemandangan yang sangat indah. Jenni merupakan salah satu wanita impianku. Tinggi, berd*da m*ntok, atletis, senang bercanda, dan baik hati. Sekarang dia sedang menggesekkan kel*minnya dengan kel*minku. Ah.. kepengen masukin d.

Segera kubalikkan posisi sehingga aku sekarang di atas. Kakinya kubuka lebar-lebar. Terlihat vag*na yang sangat indah. Bahkan lebih indah daripada punya Nova. Mulus, hampir tanpa bulu. Warnanya pink dan telah basah mengkilap. Tit*tku langsung berkedut-kedut melihatnya.

Kuarahkan tit*tku ke vag*nanya.
“Bud, jangan dimasukkin yah!”
“Kenapa Jen? Sudah tidak tahan nih”
“Jangan Bud… jangan sekarang.” suaranya lembut meluluhkan hati.

Entah kenapa aku berhenti memaksakan kepala tit*tku. Akhirnya aku hanya menggesek-gesekkan kepala tit*tku di muka vag*na Jenni.
“Ah… iya Bud.. Begitu saja… gesek saja terus… Ahh… Ahhh” Jenni mulai lebih relaks dan lebih melebarkan posisi kakinya.

Melihat itu, aku semakin cepat menggesekkan tit*t. Semakin cepat gesekan, semakin keras desahan Jenni.
“OOhhhh… AHhhhh..enak Bud… Teruss.. Terusss.. Lebih cepat lagi… Tee..teeeruussss…. AHHHHHH.” Jenni mendapatkan org*smenya dan cukup banyak cairan O-nya yang keluar. Kasur menjadi basah sekali.

Aku melihat Jenni mengalami org*sme yang sangat s*ksi sampai aku terdiam terkesima. Jenni cantik sekali…Aku benar-benar terpesona.. Sepertinya aku jatuh cinta dengan Jenni. Nova yang telah cukup beristirahat dan melihat Jenni telah lemas mengambil alih situasi. Dipegangnya tit*tku dan dik*c*knya perlahan.

Tit*tku yang masih belum puas dengan Jenni membuat otakku segera beralih ke Nova dan menyuruhku untuk melampiaskannya ke Nova. Lagi pula tit*tku bisa coblos ke dalam Nova. Dengan segera kubalikkan Nova dan kucoba D*gg* st*le di sebelah Jenni yang masih terbaring lemas. Ternyata D*ggy st*le memberikan sensasi yang berbeda. Rasanya tidak bisa dituliskan dengan kata-kata.. Hanya nikmat..

Walaupun Nova yang sedang aku s*dok, tatapanku tidak lepas dari Jenni. Jenni membuka matanya dan menatapku dengan penuh kemesraan. Senyumnya yang manis membuat hatiku bingung. Di sini aku sedang jatuh cinta dengan Jenni, tetapi tit*tku sedang menikmati pelayanan Nova, dan Jenni tersenyum kepadaku. Ah bingung….. Aku pun tersenyum balik ke Jenni sambil semakin keras meny*dok Nova.

Sod*kan kerasku yang terus bertubi-tubi dari belakang membuat Nova tidak dapat menahan diri lagi dan dia mendapatkan org*sme lagi. Aku memperlambat sod*kanku agar Nova bisa menikmati org*smenya. Jenni bangun dan memberikan pay*daranya ke mukaku. “H*sap Bud! Biar lu tambah seru!”

Ah.. nikmatnya t*t*k Jenni.. Kenyal tetapi kencang. Tentu saja akibat t*t*k Jenni yang nikmat, goyanganku ke Nova semakin bertambah cepat.
“Gila lu Bud, enak banget sih di*nt*t dari belakang sama lu… gue.. mauuuuu… Ahhhhh…” Nova pun org*sme lagi. Aku pun tidak tahan nikmatnya mengh*sap t*t*k Jenni sambil d*ggy ke Nova dan akhirnya.. croott…croott… dua kali aku semburkan sp*rmaku.

“Bud enak banget disemprot elu… Rasanya nikmat.. kayak mandi air hangat.. tapi ini rasanya di dalam.’ Posisi kami belum berubah.. aku masih menancapkan tit*t ke dalam vag*na Nova sambil terus menyemprotkan sisa-sisa sp*rma dan mulutku terus meng*lum, mengh*sap dan mengg*git-g*git pay*dara Jenni.

“Enak yah Bud, isap t*t*k gue dan ng*nt*t-in Nova”
“Iya Jen! Cuma impian bisa thr**some kayak gini tapi gue bisa ngerasain kejadian benernya.”
“Udah dong Bud, cabut t*t*t lu. Pegel nih nungg*ng melulu” timpal Nova.

Kucabut tit*tku tetapi pandanganku terus menatap mata Jenni. Kelihatannya aku benar-benar jatuh cinta. Malam itu kami tidur bertiga dalam keadaan b*gil. Jenni di kananku, Nova di kiriku.

bokep viral terbaru
bokep viral terbaru
bokep viral terbaru
bokep viral terbaru
bokep viral terbaru
bokep viral terbaru
bokep viral terbaru
bokep viral terbaru
bokep viral terbaru
bokep viral terbaru
bokep viral terbaru
bokep viral terbaru
bokep viral terbaru
bokep viral terbaru
bokep viral terbaru
bokep viral terbaru
bokep viral terbaru
bokep viral terbaru
bokep viral terbaru
bokep viral terbaru
bokep viral terbaru
bokep viral terbaru
bokep viral terbaru
bokep viral terbaru
bokep viral terbaru
bokep viral terbaru
bokep viral terbaru
bokep viral terbaru
bokep viral terbaru
bokep viral terbaru
bokep viral terbaru
bokep viral terbaru
bokep viral terbaru
bokep viral terbaru
bokep viral terbaru
bokep viral terbaru
bokep viral terbaru
bokep viral terbaru
bokep viral terbaru
bokep viral terbaru
bokep viral terbaru
bokep viral terbaru
bokep viral terbaru
bokep viral terbaru
bokep viral terbaru
bokep viral terbaru
bokep viral terbaru
bokep viral terbaru
bokep viral terbaru
bokep viral terbaru
bokep viral terbaru
bokep viral terbaru
bokep viral terbaru
bokep viral terbaru
bokep viral terbaru
bokep viral terbaru
bokep viral terbaru
bokep viral terbaru
bokep viral terbaru
bokep viral terbaru
bokep viral terbaru
bokep viral terbaru
bokep viral terbaru
bokep viral terbaru
bokep viral terbaru
bokep viral terbaru
bokep viral terbaru
bokep viral terbaru
bokep viral terbaru
bokep viral terbaru
bokep viral terbaru
bokep viral terbaru
bokep viral terbaru
bokep viral terbaru
bokep viral terbaru
bokep viral terbaru
bokep viral terbaru
bokep viral terbaru
bokep viral terbaru
bokep viral terbaru
bokep viral terbaru
bokep viral terbaru
bokep viral terbaru
bokep viral terbaru
bokep viral terbaru
bokep viral terbaru
bokep viral terbaru
bokep viral terbaru
bokep viral terbaru
bokep viral t

Report this wiki page